Hari ini, tepatnya tanggal 16 Desember menjadi hari yang cukup melelahkan. Inilah kehidupan dan resiko yang dihadapi anak SMK, ngerjain Tugas Akhir sampai-sampai waktu istirahat kita tersita. Namun inilah tantangan bagi kita-kita sebagai pelajar khususnya SMK, berlatih untuk menjadi pelajar yang bertanggung jawab. Karena disinilah tanggung jawab, kedisiplinan, keikhlasan, kekuatan kita di latih.
Selain itu juga, hari ini saya menjalankan sunah dalam artian jika di kerjakan maka akan dapat nilai yang cukup memuaskan, maka sebaliknya jika tidak di kerjakan akan dapat nilai yang cukup TIDAK memuaskan hahaha #capruk saeutik
Okedeh langsung ke inti permasalahan. Tugas akhir yang di maksudkan dalam postingan ini adalah TUGAS AKHIR JAVA. Mungkin bagi pelajar smk khususnya jurusan Rekayasa Perangkat Lunak kata JAVA ini sudah tidak asing lagi.
Saya membuat tugas akhir java ini kira-kira sekitar satu bulanan lah. (lama gak tuh ?) hahaha =)). Program yang saya buat berjudul APLIKASI RUMUS FISIKA KELAS XII SMA/K UNTUK MEMPERMUDAH PENCARIAN DAN PENGHITUNGAN RUMUS PARA SISWA KELAS XII DAN GURU BERBASIS J2SE. panjang kan judulnya ? begitulah.
Aplikasi yang saya buat ini di beri nilai oleh Bapak Kurnia dan Kang Lukman sebesar 82, alhamdulillah cukup memuaskan. Bagi kamu-kamu yang penasaran dengan aplikasi yang saya buat itu, kamu bisa mendownloadnya disini. Tapi ini masih dalam bentuk project, jadi kamu harus mempunyai aplikasi Netbeans, Jdk, dan XAMPP. Maklum masih belajar hahaha
gambar 1.1
gambar 1.2


TUGAS HARI RAYA (THR)

(contoh)
Input :
Jumlah Bilangan : 3


Bilangan ke 1 : 8
Bilangan ke 2 : 9
Bilangan ke 3 : 67


Output : 67 9 8

Penjelasan soal di atas :
Soal di atas merupakan sebuah pengulangan yang dimana kita menginputkan jumlah bilangan yang akan di sorting setelah itu kita memasukan nilai sesuai dengan jumlah yang kita inputkan tadi. setelah itu akan muncul hasil output yang dimana output tersebut hasil descending.

Berikut script dari soal tersebut.
pertama, kita buat file.java yang dapat dibuat di notepad yang dimana berisi script seperti di bawah ini :




script tersebut di save dengan nama urutDesc.java sesuai dengan nama class pada script tersebut.

untuk membuat file .class-nya kita harus membuka cmd dan mengetikan script :
javac urutDesc.java

setelah membuat file.class, kita membuat file.jar yang dimana sebelum kita membuat file.jar kita harus membuat file.txt-nya terlebih dahulu. isi dari file tersebut adalah :
Manifest-Version: 1.0
Created-By: Triana Taufik
Main-Class: urutDesc


*catatan :
- dibawah main-class: urutDesc, kita harus memberi satu baris kosong supaya file.jarnya itu jalan.
- file tersebut di save dengan nama manifest.txt

berikut script untuk membuat file.jar :
jar -cvfm urutDesc.jar manifest.txt urutDesc.class

untuk lebih jelasnya, bisa anda lihat gambar 1.1 dan gambar 1.2, dan jika anda ingin mendownload file ini silahkan klik disini . terima kasih
Tugas 13 Agustus 2011

Input :

Nilai UAS (45%) :
Nilai UTS (25%) :
Nilai Tugas (20%) :
Nilai Absensi (10%) :

Output :

Nilai Raport :
Kriteria : A/B/C/D/E*

* >90 A
>80 B
>70 C
>60 D
<=60 E

Untuk menyelesaikan program ini, kita harus membuat scriptnya terlebih dahulu. Kita akan membuat program ini menggunakan 2 file .java. Yang satu sebagai library dan satunya lagi sebagai main program. Berikut script untuk library-nya ( save file dengan nama nRaport.java ) : (gambar 1.1)

import java.util.Scanner;

public class nRaport
{

int uas=0, uts=0, tugas=0, absen=0, Nuas, Nuts, Ntugas, Nabsen, total;
public void hitung()
{
Scanner s = new Scanner(System.in);

System.out.print("UAS : ");
uas = s.nextInt();
int Nuas = uas * 45 / 100;

System.out.print("UTS : ");
uts = s.nextInt();
int Nuts = uts * 25 / 100;

System.out.print("Tugas : ");
tugas = s.nextInt();
int Ntugas = tugas * 20 / 100;

System.out.print("Absensi : ");
absen = s.nextInt();
int Nabsen = absen * 10 / 100;

System.out.println("__________________");
int total = (Nuas+Nuts+Ntugas+Nabsen);
System.out.print("Nilai Raport : "+ total);

System.out.println();
System.out.print("Kriteria : ");
if(total > 90){
System.out.println("A");
}
else if(total > 80){
System.out.println("B");
}
else if(total > 70){
System.out.println("C");
}
else if(total > 60){
System.out.println("D");
}
else{
System.out.println("E");
}
}
}

sedangkan untuk main programnya sedikit lebih simple ( save file dengan nama nRaportTest.java ) (gambar 1.2)

public class nRaportTest
{
public static void main(String args[]) {
nRaport e = new nRaport ();


e.hitung();

}
}

setelah kita membuat file .java-nya, sekarang kita buat file .class-nya . Untuk membuat file class kita buka CMD-nya ya, lalu ketikan scripnya. Berikut script untuk membuat file.class :

javac nRaport.java java (gambar 1.3)

javac nRaportTest.java (gambar 1.4)

setelah kita membuat file .class, selanjutnya kita membuat file .jar-nya ok (di cmd) ! Tapi sebelum kita membuat file .jar, kita harus membuat file manifest.txt yang disimpan di tempat file yang tadi di save. Berikut isi file manifest.txt-nya :

Manifest-Version: 1.0 (gambar 1.5)
Created-By: Triana Taufik
Main-Class: nRaportTest


setelah kita membuat file manifest.txt-nya, baru kita membuat file .jar-nya ok. Berikut scriptnya :

jar -cvfm contoh.jar Manifest.txt nRaport.class nRaportTest.class (gambar 1.6)

jika kita ingin membuka program tersebut, kita harus mengetikan java nRaportTest (gambar 1.7)


jika ingin mendownload file tersebut, klik disini . Selamat mencoba :)

gambar 1.1

import java.io.BufferedReader;
import java.io.InputStreamReader;
import java.io.IOException;

public class GetInputFromKeyBoard
{
public static void main (String[] args) {
BufferedReader dataIn = new BufferedReader (new InputStreamReader (System.in));
String name = "",hoby="";

try{
System.out.print ("Nama Anda : ");
name = dataIn.readLine();
System.out.print("Hobi aAnda : ");
hoby = dataIn.redLine();
}catch(IOException e) {
System.out.println ("gagal membaca keyboard");
}
System.out.println("Jadi Anda Hobi "+hoby+".hobi yang bagus pak "+name);
}
}
import java.awt.Frame;
public class GraphicPanel extends Panel {
public GraficPanel() {
setBackground(Color.black);
}
public void paint(Graphic g) {
g.setColor(new Color(0,255,0)); //green
g.setFont(new Font("Helvetica", Font.PLAIN,16));
g.drawString("Hello GUI World!", 30, 100);
g.setColor(new Color(1.0f,0,0)); //red
g.fillRect(30, 100, 150, 10);
}
public static void main(String args[]) {
Frame f = new Frame("Testing Graphics Panel");
GrapchicPanel gp = new GraphicPanel();
f.add (gp);
f.setSize (600, 300);
f.setVisible (true);
}
}
import java.io.BufferedReader;
import java.io.IOException;
import java.io.InputStreamReader;

public class GetInputFromKeyBoard
{
public static void main ( String[] args ){
BufferedReader dataIn = new BufferedReader ( new InputStream Reader (System.in) );
String name = "";
System.out.print("Please Enter Your Name: ");

try{
name = dataIn.readLine();
}catch( IOException e ){
System.out.println("Hello " + name +"!");
}
}
public class TestXOR
{
public static void main( String[] args ) {

boolean val1 = true;
boolean val2 = true;
System.out.println(val1 ^ val2);

val1 = false;
val2 = true;
System.out.println(val1 ^ val2);

val1 = false;
val2 = false;
System.out.println(val1 ^ val2);

val1 = true;
val2 = false;
System.out.println(val1 ^ val2);
}
}
public class TestOR
{
public static void main( String[] args ){

int i = 0;
int j = 10;
boolean test = false;

//demonstrasi ||
test = (i > 10) || (j++ > 9);
System.out.println(i);
System.out.println(j);
System.out.println(test);

//demonstrasi |
test = (i > 10) | (j++ > 9);
System.out.println(i);
System.out.println(j);
System.out.println(test);
}
}
public class TestNOT
{
public static void main( String[] args ) {

boolean val1 = true;
boolean val2 = false;
System.out.println(!val1);
System.out.println(!val2);
}
}
public class TestAND
{
public static void main( String[] args ){

int i = 0;
int j = 10;
boolean test = false;

//demonstrasi &&
test = (i > 10) && (j++ > 9);
System.out.println(i);
System.out.println(j);
System.out.println(test);

//demonstrasi &
test = (i > 10) & (j++ > 9);
System.out.println(i);
System.out.println(j);
System.out.println(test);
}
}
public class Shirt
{
public int ShirtID = 0; //
public String description ="-description required-"; //
public char colorCode = 'u'; //
public double price= 0.0; // ---- salah menggunakan hurufdalam tipe // data
public int quantityInStok = 0; //

public void displayShirtInformation(){
System.out.println("Shirt ID : "+ShirtID);
System.out.println("Shirt Description : "+description);
System.out.println("Color Code : "+colorCode);
System.out.println("Shirt Price : "+price);
System.out.println("Quantity in stock : "+quantityInStok);
}

public static void main(String[] args)
{
Shirt shirt=new Shirt();
shirt.displayShirtInformation();
}
}
public class RelasiDemo
{
public static void main(String[] args){
//beberapa nilai
int i = 37;
int j = 42;
int k = 42;
System.out.println("nilai variabel...");
System.out.println("i = " + i);
System.out.println("j = " + j);
System.out.println("k = " + k);

//lebih besar dari
System.out.println("Lebih besar dari...");
System.out.println("i > j = " + (i > j)); //false
System.out.println("j > i = " + (j > i));
//true
System.out.println("k > j = " + (k > j));
//true

//lebih besar atau sama dengan
System.out.println("Lebih besar dari atau sama dengan...");
System.out.println("i >= j = " + (i >= j)); //false
System.out.println("j >= i = " + (j >= i)); //true
System.out.println("k >= j = " + (k >= j)); //true

//lebih kecil dari
System.out.println("Lebih kecil dari...");
System.out.println("i < j = " + (i < j)); //true
System.out.println("j < i = " + (j < i)); //false
System.out.println("k < j = " + (k < j)); //false

//lebih kecil atau sama dengan
System.out.println("Lebih kecil dari atau sama dengan...");
System.out.println("i <= j = " + (i <= j)); //true
System.out.println("j <= i = " + (j <= i)); //false
System.out.println("k <= j = " + (k <= j)); //true

//sama dengan
System.out.println("sama dengan...");
System.out.println("i == j = " + (i == j)); //false
System.out.println("k == j = " + (k >= j)); //true

//tidak sama dengan
System.out.println("tidak sama dengan...");
System.out.println("i != j = " + (i != j)); //true
System.out.println("k != j = " + (k != j)); //false

}
}
public class outputvariable
{
public static void main(String[] args){
int value = 10;
char x;
x = 'A';

System.out.println( value );
System.out.println("The value of x=" + x);
}
}
public class Orang {

/** Membuat instance baru dari orang */
public int tahunUmur = 32;

public void hitungUmur () {
int hariUmur = tahunUmur * 365;
long detikUmur = tahunUmur * 365 *24L * 60 * 60;

System.out.println("Umur anda adalah: "+hariUmur+ " hari");
System.out.println("Umur anda adalah: "+detikUmur+ " detik");
}
public static void main(String[] args) {
Orang o=new Orang();
o.hitungUmur();
}
}
public class Operator
{
public int a,b;
boolean c,d,e;
double f,g;

public void testOperator()
{
a=19;
b=2;
c=true;
d=false;
e=!c;
g=0.2;

if (a%2==1)
b=a++;
else
b=++a;

f=(c&&!d||e)? a/g : a/(g+1);

System.out.println("a : "+a);
System.out.println("b : "+b);
System.out.println("e : "+e);
System.out.println("f : "+f);//*/
}
public static void main(String args[])
{
Operator oper=new Operator();
oper.testOperator();
}
public int checkMonth(int month, int year)
{
int day=0;
if (month<8){
if(month%2==1)
day=31;
else if(month==2)
day=(year%f==0)?29: 28;
else
day=30;
}else{
if(month%2==1)
day=30;
else
day=31;
}
return day;
}
}
public class aritmatikaDemo
{
public static void main ( String[] args )
{
//sedikit angka
int i = 37;
int j = 42;
double x = 27.475;
double y = 7.22;
System.out.println("Variable values...");
System.out.println("i = " + i);
System.out.println("j = " + j);
System.out.println("x = " + x);
System.out.println("y = " + y);

//penjumlahan angka
System.out.println("Adding...");
System.out.println("i + j = " + (i + j));
System.out.println("x + y = " + (x + y));

//pengurangan angka
System.out.println("Subtracting...");
System.out.println("i - j = " + (i - j));
System.out.println("x - y = " + (x - y));

//perkalian angka
System.out.println("Multiplyng...");
System.out.println("i * j = " + (i * j));
System.out.println("i * j = " + (i * j));

//pembagian angka
System.out.println("Dividing...");
System.out.println("i / j = " + (i / j));
System.out.println("i / j = " + (i / j));

//menghitung hasil modulus dari pembagian
System.out.println("Computing the remainder...");
System.out.println("i % j = " + (i % j));
System.out.println("i % j = " + (i % j));

//tipe penggabungan
System.out.println("mixing tipes...");
System.out.println("i + j = " + (i + j));
System.out.println("i * j = " + (i * j));
}
}
public class ElevatorTest {
public static void main(String args []) {
Elevator e = new Elevator();
e.bukaPintu();
e.tutupPintu();
e.turun();
e.naik();
e.naik();
e.naik();
e.bukaPintu();
e.tutupPintu();
e.turun();
e.bukaPintu();
e.turun();
e.bukaPintu();
}
}
public class Elevator {

/**Creates a new instance of Elevator */
public boolean pintuTerbuka = false;
public int lantaiSaatIni = 3;
public final int maxLantai = 10;
public final int minLantai =1;

public void bukaPintu(){
System.out.println("buka pintu");
pintuTerbuka = true;
System.out.println("pintu terbuka");
}
public void tutupPintu(){
System.out.println("tutup pintu");
pintuTerbuka = false;
System.out.println("pintu tertutup");
}

public void naik () {
System.out.println("naik satu lantai");
lantaiSaatIni++;
System.out.println("lantai: "+lantaiSaatIni);
}
public void turun(){
System.out.println("turun satu lantai");
lantaiSaatIni--;
System.out.println("lanyai: "+lantaiSaatIni);
}
}
Setiap orang yang menggunakan internet pasti pernah melakukan kegiatan yang dinamakan download. Download sendiri berasal dari bahasa inggris yang diartikan dengan kata “unduh” dalam bahasa Indonnesia. Tetapi kata download masih lebih sering dipakai karena lebih familiar dan lebih “keren” jika diucapkan.

Yang namanya download, pasti berhubungan dengan besarnya bandwidth dari koneksi internet yang digunakan. Semakin besar ukuran bandwidth pasti akan mempercepat proses download. Yang jadi pertanyaan, bisakah kita mempercepat proses download tanpa harus memperbesar bandwidth yang kita punya? Jawabannya bisa! Coba baca trik lebih lanjut di bawah ini.

1) Pertama, anda pernah mengalami hal yang seperti ini bukan? Download super lambat yang membuat wajah anda menjadi manyun.

Trik Jitu Mempercepat Proses Download Image

2) Kedua, langsung saja kita praktekkan trik mempercepat proses download. Miringkan monitor anda ke arah kanan. Lho, kok gitu? Apa gak aneh? Sudah turuti saja, jangan banyak protes.

Trik Jitu Mempercepat Proses Download Image

3) Ketiga, masih ingat pelajaran waktu SD tentang gravitasi bumi? Jika sudah lupa atau memang belum tahu apa itu gravitasi, pergi ke Wikipedia dan baca artikel tentang gravitasi. Teori sederhananya “semua benda yang berada di atas bumi akan ditarik oleh gaya gravitasi bumi” begitu juga dengan proses download.

Trik Jitu Mempercepat Proses Download Image

4) Keempat, proses download akan berjalan lebih cepat dan muka anda akan lebih ceria.

Trik Jitu Mempercepat Proses Download Image

Peringatan!

Jangan pernah baca tulisan ini dengan serius karena tulisan hanya iseng belaka di tengah-tangah kesibukan kami dalam menulis artikel tentang teknologi, internet, android dan artikel lain yang lebih bermanfaat.

Keep your smile!



H.C. Verbraak merupakan pastor Belanda yang bertugas di Aceh pada 1870 dan beberapa daerah lain. Konon, tepat di bawah monumen itu dibuat merupakan pusara dirinya. Ia tewas di tempat menyusul kecelakaan pesawat. Berdasarkan cerita setempat, patung berwarna hitam legam setinggi 4 meter ini bisa bergerak sendiri!

Eclipse merupakan komunitas open source yang bertujuan menghasilkan platform pemrograman terbuka. Eclipse terdiri dari framework yang dapat dikembangkan lebih lanjut, peralatan bantu untuk membuat dan memanage software sejak awal hingga diluncurkan. Platform Eclipse didukung oleh ekosistem besar yang terdiri dari vendor tekonologi, start-up inovatif, universitas, riset institusi serta individu.

Banyak orang mengenal Eclipse sebagai IDE (integrated development environment) untuk bahasa Java, tapi Eclipse lebih dari sekedar IDE untuk Java.

Komunitas Eclipse memiliki lebih dari 60 proyek open source. Proyek-proyek ini secara konsep terbagi menjadi 7 categori :

  1. Enterprise Development
  2. Embedded and Device Development
  3. Rich Client Platform
  4. Rich Internet Applications
  5. Application Frameworks
  6. Application Lifecycle Management (ALM)
  7. Service Oriented Architecture (SOA)

Secara umum Eclipse digunakan untuk membangun software inovatif berstandar industri, dan alat bantu beserta frameworknya membantu pekerjaan menjadi lebih mudah.

Lisensi

Eclipse menggunakan EPL (Eclipse Public License), yaitu lisensi yang memungkinkan organisasi untuk menjadikan Eclipse sebagai produk komersialnya, dan pada saat yang sama meminta orang yang melakukan perubahan untuk mengkontribusikan hasilnya kembali kepada komunitas.

Instalasi

  • Anda membutuhkan Java 5 JRE untuk menjalankan Eclipse.
  • Download Eclipse IDE for Java Developers untuk menggunakan kode pada situs Belajar Java ini.
  • Gunakan utility pada sistem operasi anda untuk membuka kompresi file tersebut ke dalam hard disk anda.
  • Catatan untuk Windows: Apabila Anda menggunakan utilitas kompresi file yang berasal dari Windows XP atau Windows Vista itu sendiri, kadang kala utilitas tersebut tidak berhasil membuka file dengan nama yang panjang. Jika Anda mengalami masalah dekompresi Eclipse pada Windows, letakkan hasil dekompresi pada root directory (misalnya C:\eclipse) atau gunakan software dekompresi lain yang gratis seperti 7-Zip
INSERT , UPDATE , DELETE PADA TABEL BELI :

$delimiter
create trigger penjualan.before_insert_beli before insert on
penjualan.beli
for each row begin
insert into log(keterangan,waktu,user_id) values
(concat('Panambahan data pada tabel beli id_beli = ',new.id_beli),now(),user());
end;

$delimiter
create trigger penjualan.before_update_beli before update on
penjualan.beli
for each row begin
insert into log(keterangan,waktu,user_id) values
(concat('Pengubahan data pada tabel beli id_beli = ',new.id_beli),now(),user());
end;

$delimiter
create trigger penjualan.before_delete_beli before delete on
penjualan.beli
for each row begin
insert into log(keterangan,waktu,user_id) values
(concat('Penghapusan data pada tabel beli id_beli = ',old.id_beli),now(),user());
end;

INSERT , UPDATE , DELETE PADA TABEL JUAL :

$delimiter
create trigger penjualan.before_insert_jual before insert on
penjualan.jual
for each row begin
insert into log(keterangan,waktu,user_id) values
(concat('Panambahan data pada tabel beli id_jual = ',new.id_jual),now(),user());
end;

$delimiter
create trigger penjualan.before_update_jual before update on
penjualan.jual
for each row begin
insert into log(keterangan,waktu,user_id) values
(concat('Pengubahan data pada tabel beli id_jual = ',new.id_jual),now(),user());
end;

$delimiter
create trigger penjualan.before_delete_jual before delete on
penjualan.jual
for each row begin
insert into log(keterangan,waktu,user_id) values
(concat('Penghapusan data pada tabel beli id_beli = ',old.id_jual),now(),user());
end;
Oleh: Idi Subandy Ibrahim

KEBUDAYAAN sebuah bangsa tidak pernah statis. Ia senantiasa dinamis dan beradaptasi secara dialektis dan kreatif dengan dinamika masyarakat. Adakalanya ia memengaruhi, juga sebaliknya, dipengaruhi masyarakatnya. Kebudayaan mengalir dalam gerak saling-pengaruh yang tanpa akhir dalam denyut nadi kehidupan. Terkadang arusnya kecil, terkadang besar, bahkan ia bisa menjadi gelombang besar yang memengaruhi kesadaran dan laku kita. Kalau kini orang berbicara tentang krisis masyarakat yang mendalam, bukankah ia juga berbicara tentang krisis budaya, krisis nilai, krisis kehidupan itu sendiri....

Lantas, 60 tahun setelah kita merdeka adakah capai-capaian budaya membanggakan yang kita raih? Ataukah malah krisis budaya benar-benar telah mengempaskan kita ke keterpurukan ekonomi dan ke ketertinggalan kematangan sosial politik yang amat memilukan?

Selama ini budaya atau kebudayaan terlalu sering dibicarakan dalam tema-tema besar yang serbaabstrak. Seperti dalam pidato-pidato kebudayaan yang menuntut refleksi yang dalam dan kecerdasan nalar-logika yang rumit. Tentu saja ruang-ruang perenungan budaya seperti ini penting.

Tapi, sesungguhnya untuk saat ini yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana kita memandang budaya dengan sederhana. Budaya kita lihat saja dalam kecenderungan sikap, laku, tindak, dan tutur kata kita sehari-hari yang amat kasat mata. Katakanlah, mengikuti istilah pemikir budaya mutakhir, sebagai budaya kehidupan sehari-hari (culture of everyday life).

Pemikiran kritis

Hingga kini begitu banyak pemikiran kritis yang lahir dari perenungan yang dalam dan tulus untuk berbicara tentang budaya dan masyarakat Indonesia. Pandangan itu sering sangat kritis terhadap budaya dominan, sehingga tak jarang cukup mencerahkan. Sayang, setelah pemikiran itu dilontarkan, lantas disambut dan diperdebatkan dengan hangat, kemudian dilupakan begitu saja, seakan lenyap ditelan arus sejarah.

Sebutlah beberapa saja. Tahun 70-an Mochtar Lubis misalnya sudah berbicara sangat keras tentang wajah tak keruan manusia Indonesia. Dengan wajah muram manusia Indonesia yang ciri-ciri pribadinya berkeping-keping (munafik, feodal, percaya tahayul, punya watak yang lemah, dan cenderung boros), Mochtar Lubis khawatir bangsa kita akan tertinggal jauh, dan lebih celaka lagi akan jadi korban dalam percaturan dunia.

Tak heran kalau Koentjaraningrat mengingatkan tentang perlunya perubahan mentalitas masyarakat Indonesia agar bisa menjadi bangsa yang maju. Dan, Umar Kayam tak bosan berbicara tentang pentingnya transformasi budaya kita untuk menyingkirkan budaya feodal dan birokratis dalam laku elite politik (pegawai negeri dan politisi) dan masyarakat umum.

Sementara itu, Taufik Abdullah memperkenalkan sebuah rumusan yang bagus menyangkut kemiskinan budaya wacana elite politik, yang disebutnya "spiral kebodohan yang menukik ke bawah". Kebodohan yang dibalas dengan kebodohan akan melahirkan kebodohan baru. Bukankah pernyataan bodoh seorang elite politik yang ditanggapi dengan pernyataan bodoh pula oleh elite politik yang lain, begitu sering kita saksikan di media. Pernyataan itu hanya melahirkan kebodohan baru. Akhirnya menciptakan semacam spiral kebodohan yang terus menukik ke bawah.

Lebih dalam lagi Soedjatmoko mengingatkan tentang ancaman kemanusiaan, berupa kemiskinan, ledakan penduduk, degradasi lingkungan global yang dampaknya akan dirasakan bangsa Indonesia di abad ke-21. Ia juga menyebut munculnya fenomena "masyarakat stres", "masyarakat sakit", yang ditandai oleh sakit mental, kekerasan, dan penyalahgunaan obat dan kenakalan remaja. Maka tak heran kalau Soetardji Calzoum Bachri mengajak bangsa kita dengan lantang: "Wahai bangsaku/ Keluarlah engkau dari kamus kehancuran ini/ Cari kata/ Temukan ucapan/ Sebagaimana dulu para pemuda menemukan kata dalam sumpah mereka." Senada dengan Sartono Kartodirdjo yang mengumandangkan tentang pentingnya kesadaran sejarah dalam proses pendidikan bangsa. Dan, Kuntowijoyo mengajukan pentingnya transendensi dan humanisasi untuk melawan politisisasi, sekularisasi, dan komersialisasi budaya.

Persoalan krusial dan skenario ke depan

Apa yang menjadi imbauan atau bahkan kekhawatiran para pemikir budaya tersebut tak lain adalah implikasi dari adanya arus besar yang memengaruhi kehidupan dan membentuk budaya masyarakat mutakhir. Di satu sisi, ia bersumber dari dalam, berupa feodalisme dan di sisi lain, ia datang dari luar, dari konsekuensi-konsekuensi globalisasi dan transnasionalisasi nilai-nilai yang datang dari seluruh sudut dunia via media massa. Atau, baik itu dari gejala sekularisme yang merembesi segenap ranah-ranah religiusitas manusia modern, sehingga dianggap sebagai ancaman bagi nilai-nilai-agama tradisional maupun dari nilai kapitalisme masyarakat konsumen yang menyebabkan berlangsungnya proses komodifikasi semua ranah kehidupan.

Nilai-nilai ini dipandang ikut membentuk selera, laku, dan bahkan kesadaran kita. Kini nilai-nilai ini terus meresap, menjadi semacam kekuatan budaya yang membentuk bawah-sadar kehidupan manusia modern. Mulai dari cara kita memilih letak rumah, jenis kendaraan, merek busana, tempat hiburan, acara TV, figur anutan, penggunaan uang yang kita peroleh, pemanfaatan waktu luang, hingga cara kita bercinta dan menjalani serta memandang kehidupan sehari-hari. Semuanya tak lain dari adanya konstruksi nilai dan budaya yang membentuk kesadaran kita.

Di tengah kepungan nilai-nilai itu, bangsa kita justru berhadapan dengan masalah besar dan krusial yang menghadang. Persoalan kemiskinan, penyakit (biologis, psikologis, dan sosial), kebodohan, kekerasan, ketidakpedulian (I don't care!), pencemaran lingkungan, masih menjadi persoalan keseharian yang kasat mata yang masih memerlukan tidak hanya pemikiran budaya, tapi juga laku budaya sehar-hari yang lebih mampu membebaskan dan memberdayakan kita dari berbagai krisis sosial, ekonomi, politik yang mengimpit. Laku dan kesadaran budaya yang beberapa di antaranya akan disorot di bawah ini perlu segera dikembangkan untuk melawan kecenderungan laku budaya dominan yang seakan sudah menjadi bagian hidup sehari-hari.

Kita sebut saja budaya itu sebagai "10 Sikap dan Kesadaran Budaya Negatif" yang harus disingkirkan dengan membangun "10 Sikap dan Kesadaran Budaya Positif" yang menjadi budaya alternatif yang harus terus dipupuk di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di tempat ibadah, di jalan-jalan, dan di semua ruang kehidupan sehari-hari.

Pertama, budaya feodal lawan budaya egaliter.

Budaya feodalisme yang menghambat kemajuan harus dilawan dengan sikap dan kesadaran budaya egaliter. Sikap egaliter menempatkan manusia pada posisi setara, tanpa memandang status yang diperoleh karena keturunan, kekayaan, jabatan, pendidikan, suku, ras, atau agama. Sikap hidup yang memandang semua orang sama akan menjadi budaya pendukung nilai-nilai demokrasi dan semangat masyarakat madani. Kita harus mengembangkan pendidikan budaya sejak dini kepada anak-anak agar tumbuh sikap budaya egaliter yang menghargai sesama manusia.

Kedua, budaya instan lawan budaya kerja keras.

Budaya instan yang mengganggap bahwa bahagia, kekayaan, sukses, dan prestasi bisa diraih seperti membalik telapak tangan, juga harus dilawan dengan budaya yang memandang bahwa semua itu harus diraih dengan keringat dan air mata. Budaya-budaya yang menggampangkan penyelesaian persoalan dengan cara potong kompas dalam kehidupan sehari-hari mesti dilawan dengan cara-cara yang lebih beradab. Prestasi yang diraih dengan kerja keras harus diberi penghargaan secara layak dan harus diciptakan mekanisme penilaian untuk orang-orang yang meraih prestasi dengan kerja keras. Kita harus menanamkan pendidikan budaya yang memberi pengertian kepada anak-anak agar korupsi, perilaku tidak jujur, komersialisasi jabatan, sampai jual beli gelar aspal, plagiat, atau mencontek adalah contoh budaya instan yang tidak layak diberi tempat dalam masyarakat. Karena kita hanya menghargai orang yang bekerja keras.

Ketiga, budaya kulit lawan budaya isi.

Budaya kulit atau tampilan luar dalam kehidupan memang penting. Untuk menjaga citra diri atau image seseorang, banyak cara yang bisa ditempuh. Ada orang yang memamerkan kekayaan, ada yang menunjukkan kepintaran, ada juga yang unjuk kekuatan dan kekuasaan. Show kemewahan sudah menjadi bagian dari gaya hidup kaum aristokrat sejak dulu. Sekarang banyak orang kaya baru (OKB) yang tidak malu-malu menunjukkan dirinya kaya dan saleh. Untuk itu, orang menggunakan simbol-simbol kesuksesan dan kesalehan dengan berbagai cara. Persoalan muncul kalau orang biasa memakai topeng kulit seperti itu. Pasalnya iklan dan sinetron tak hentinya mengajarkan bahwa budaya kulit lebih hebat dari budaya isi.

Kita ingin menanamkan kepada anak-anak sejak dini bahwa budaya isi, substansi jauh lebih penting dari budaya kulit. Bukan kita iri atau cemburu dengan orang sukses dan kaya. Bukan! Kita ingin agar kekayaan dan kesuksesan mereka lebih bermakna bagi kehidupan banyak orang. Kita merindukan kesejahteraan yang lebih merata. Kita ingin mengetuk kesadaran orang yang gandrung budaya kulit agar mulai menyelami budaya isi, untuk menyelami hakikat kehidupan itu sendiri.

Keempat, budaya penampilan lawan budaya hidup sederhana.

Budaya penampilan, asal kelihatan keren, kece, dan hebat, juga menjadi bagian dari kehidupan kita. Tak banyak orang sekarang yang mau dan berani tampil lebih sederhana dari penghasilannya. Bahkan tak jarang orang sudah menghabiskan penghasilannya sebelum penghasilan itu menjadi haknya. Kita menyebut budaya kredit dan budaya utang kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup kita bahkan sudah menjadi darah daging dan daya hidup pemerintah kita (ingat utang luar negeri!).

Kita akan sulit atau mungkin terasing di tengah-tengah tetangga, keluarga atau kolega kalau kita berpenampilan sederhana. Kebersahajaan --sebagai pilihan sikap dan gaya hidup alternatif-- menjadi barang langka atau bahkan semacam kemewahan tak terjangkau di tengah hutan lebat gemerlap gaya hidup. Di kantor, pakaian Anda yang dinilai tidak modis dan stylist akan dikomentari, "Masak dari dulu hanya pakai yang itu-itu." Kamu tidak akan kelihatan sukses dan membanggakan keluarga kalau kamu tidak mengenderai kendaraan terkini. Kamu akan lebih keren kalau kamu memakai HP keluaran mutakhir, model anu dengan penampilan gress. Ongkos penampilanmu akan terus menyedot sakumu.

Setiap hari anak-anak kita dikhotbahi oleh pesan-pesan iklan dan sinetron padat gaya hidup agar mereka memuja budaya penampilan. Di masa depan kita ingin agar anak-anak kita menjadi lebih sederhana dari kita, sekalipun kita tetap berusaha agar mereka jauh lebih sukses dan bahagia dari kita.

Kelima, budaya boros lawan budaya hemat.

Budaya kulit atau budaya penampilan jelas telah menjadikan budaya boros begitu telanjang di pelupuk mata. Kita jarang berpikir jangan-jangan perilaku dan gaya hidup serbaboros sudah mendarah daging dalam kehidupan kita. Cobalah simak di kantor, di jalan, atau di rumah kita. Bagaimana kita menggunakan listrik, air, atau pulsa telefon (khususnya HP). Kalau dulu orang tua memberi anak uang bisa ditabung atau dibelikan emas. Sekarang begitu banyak orang tua yang menganggarkan uang pulsa bulanan buat si buah hatinya. Di zaman teknologi komunikasi serbacanggih, budaya ngerumpi dan omongan remeh-temeh bisa menghamburkan uang ratusan ribu bahkan jutaan perbulan.

Mulai sekarang kita harus menanamkan kesadaran di kalangan anak muda bahwa budaya hemat adalah bagian dari perilaku hidup sehat dan beradab yang harus dikembangkan. Kepada generasi muda, misalnya, perlu kita sebarkan ungkapan, "Save water and electricity!" atau "Hemat air dan listrik demi generasi mendatang!". Bila perlu harus kita pasang di pintu-pintu rumah kita. Kita harus berpikir bahwa masih banyak orang yang belum memperoleh penerangan yang layak dan air bersih yang wajar sebagaimana yang kita nikmati. Masih banyak bencana kekeringan dan kelaparan yang menyebabkan nestapa kemanusiaan. Kita ingin budaya hidup hemat menjadi pesan kemanusiaan yang bermakna bagi generasi mendatang. Seruan lirih Mahatma Gandhi terdengar pas, "Earth provides enough for everyone's need, but not for everyman's greed."

Keenam, budaya apati lawan budaya empati.

Dengan kesadaran demikian pula kita ingin membuat sikap masa bodoh atau apati yang membuat kita menutup mata terhadap persoalan di sekitar kita segera diganti oleh tumbuhnya generasi yang berkesadaran empatik. Budaya empatik menumbuhkan kepedulian dan kesadaran untuk mendengar terhadap keluhan orang lain atau penderitaan sesama. Generasi empatik adalah generasi yang bisa hidup dalam semangat untuk memberi kepada yang tidak mampu dan menyuarakan persoalan publik serta membebaskan yang tertindas. Kita ingin menumbuhkan budaya empati justru di tengah-tengah sikap masa bodoh atau ketidakpedulian yang sering mewarnai budaya kita sehari-hari.

Ketujuh, budaya konsumtif lawan budaya produktif.

Budaya yang hanya bisa memakai, menghabiskan waktu dan uang yang tak bermanfaat, harus dilawan dengan budaya yang lebih memberikan hal-hal yang bermanfaat dalam kehidupan. Kalau sekarang kita hanya menjadi masyarakat pemakai (pemakai barang produk luar negeri, konsumen pemikiran, dan gaya hidup asing), di masa depan konstruksi budaya yang paling berat dan krusial adalah bagaimana membuat bangsa ini menjadi bangsa yang menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan dan kemanusiaan. Tantangan pendidikan kita adalah bagaimana menjadikan generasi konsumtif berubah menjadi generasi produktif. Generasi yang tidak hanya menjadi pengguna atau konsumen, tapi menjadi produsen bagi bangsanya bahkan bagi luar negeri. Ini tidak boleh tidak memerlukan semacam revolusi kesadaran yang menuntut pendidikan sumber daya manusia yang sistematis dan terprogram.

Kedelapan, budaya bersih lawan budaya sampah.

Sampah akan menjadi persoalan urban yang pelik kalau kita tidak mencari solusi yang lebih terpadu dalam pembangunan dan penataan kota di masa depan. Kita sekarang hidup dalam "masyarakat serba membuang"; beli, pakai sekali, setelah itu buang. Untuk itu kita harus menanamkan budaya bersih sejak dini dalam lingkungan keluarga, tetangga, masyarakat luas, terutama di pasar dan pertokoan, perkantoran, terminal, stasiun, pelabuhan dan lapangan terbang, jalan-jalan dan fasilitas umum harus memperhatikan masalah penanganan sampah secara serius. Budaya membuang sampah sembarangan harus mendapatkan ganjaran yang keras kalau perlu jerat hukum. Dan, kebiasaan membuang sampah pada tempat yang disediakan secara khusus sudah harus ditanamkan sejak dini hingga di masa kanak-kanak, di ruang keluarga Indonesia. Ingatlah sampah akan menjadi ancaman serius karena bukankah setiap orang menghasilkan sampah?

Kesembilan, budaya antre lawan budaya terabas.

Kebiasaan antre juga harus dikampanyekan dan dimasyarakatkan di tempat-tempat milik publik. Kita harus menjadi bangsa yang beradab, jangan asal terabas. Budaya terabas menyebabkan munculnya korupsi dan membuat kita tidak sabaran di jalan. Budaya antre menghargai keteraturan yang tidak dipaksakan, tapi tumbuh dari kesadaran penghargaan terhadap orang lain. Kita hanya mendahulukan orang tua, orang sakit, atau orang hamil. Kita harus mempraktikkan kepada anak-anak sejak dini tentang pentingnya budaya antre dalam masyarakat sibuk seperti sekarang ini.

Kesepuluh, budaya kompetisi lawan budaya kerja sama.

Kita perlu berkompetisi, asal kompetisi itu sehat dan fair, karena kita ingin yang terbaiklah yang muncul sebagai pemimpin atau pemenang. Kita harus menanamkan budaya menerima kekalahan secara fair dan menghargai prestasi orang lain agar kehidupan berjalan sehat. Ini baik dalam pendidikan, juga dalam demokrasi. Kalau kita sulit membangun budaya kompetisi, kita harus mulai berpikir bagaimana membangun budaya kerja sama. Kita sudah lama larut dalam klik-klik kepentingan picik golongan, bahkan kita sudah jauh masuk dalam keretakan kehidupan kebangsaan, dan melemahnya kohesivitas sosial. Kita ingin budaya kerja sama hidup kembali di kalangan anak-anak muda dan generasi yang akan datang. Bukankah persoalan kemanusiaan dan kebangsaan yang pelik hanya bisa dipecahkan bersama. Kita hanya bisa menghilangkan sikap individualis, egoistik, dan merasa benar sendiri, bila kita terbiasa bekerja sama, karena kita akan semakin rendah hati menerima berbagai kemungkinan dari orang lain yang berbeda dari kita.

Akhirnya, kita harus membuat skenario budaya ini agar bisa berjalan dari hal-hal kecil kehidupan kita sehari-hari. Kita ingin generasi di masa datang berubah wajah dari generasi yang serba dipolitisasi dan dikomersialkan menjadi generasi yang lebih beradab, civilized generation. Karena itu kita harus merancang desain budaya dan kesadaran masyarakat kita dari politicized and commercialized society menjadi civilized society. Saya yakin kalau kita mulai menjalankan salah satu saja dari "10 Sikap dan Kesadaran Budaya Positif" tersebut, kita mulai ikut meretas jalan untuk membangun masyarakat lebih beradab. Jalan memang masih panjang dan berliku. Tapi, bukankah seperti senandung dari lirik lagu Lionel Richie, "We can save the world if we try...."***

Penulis, Konsultan komunikasi dan peneliti media serta kebudayaan pop.